HATI NURANI

Aku menapaki jalan setapak di taman kota. Sepi, karena cahaya mentari belum lagi sempurna menghiasi pagi ini. Sekuntum mawar melintas batas pagar taman kota. Aku tertarik mendekatinya. Kuntum yang ranum, dengan mahkota merah maroon... benar-benar bunga yang sempurna menurut pandanganku. Aku mulai membelai mahkotanya. Beberapa titik embun di atasnya menetes ke kakiku yang telanjang. Hatiku mulai tergoda memilikinya. Tapi hati kecilku berkata jangan. Bunga itu bukan milikmu, kamu tidak pernah menanamnya, kamu juga tidak pernah merawatnya. Hatiku bergejolak antara keinginan untuk memiliki dan membiarkannya menjadi penghias taman kota. Aku berdiri lama. Seseorang menepuk pundakku, membuatku terhenyak dari lamunku. Wajah tua itu tersenyum sabar. ’biarkan dia di situ, anakku..’, katanya. Aku kembali terhenyak. Rupanya dia tahu keinginanku. Dia tahu aku mulai suka bunga itu. Dia memapahku duduk di atas bangku taman. ’Kamu tahu ? mengapa aku melarangmu memetiknya ?’, tanya si tua. Aku hanya menggeleng kepala, sambil memandang wajah yang mulai ditumbuhi keriput itu. Lelaki itu tersenyum. ’Mawar itu bukan kamu yang menanam, bukan kamu pula yang merawat’... ’Jika pun kamu bisa mengambilnya, kau takkan pernah bisa memberinya kebahagiaan, paling kau hanya bisa memberinya air, setelahnya kau akan mencampakkannya ke dalam tempat sampah. Di pohonnya, dia akan lebih merasa bahagia karena kebutuhannya terpenuhi sampai tiba saat mahkotanya itu gugur. Mahkotanya yang gugur akan menjadi tambahan nutrisi bagi pohonnya, yang akan memberinya bunga-bunga baru yang lebih indah’.... sosok tua itu mengakhiri perbincangan sambil beranjak dari duduknya, meninggalkan aku dalam perenunganku. Aku memandangi kembali kuntum mawar yang membuatku jatuh cinta. Kuntum yang cantik... tapi aku tak memiliki hak atas hidupnya.. Aku menghela nafas. Lelaki tua itu menghilang entah kemana. Aku menatap bangku yang ditinggalkannya. Lamat-lamat terbaca tulisan ”AKULAH HATI NURANI MU”...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar