PILIHAN KARIR

“You can be anything you want to be, if you just try hard enough”

Bisa jadi Anda pernah dibesarkan dengan pemahaman di atas. Memang terasa menyenangkan mengetahui kita bisa menjadi siapapun yg diinginkan, asal mau kerja keras dan pantang menyerah. Tapi ternyata pemahaman itu jadi masalah ketika kita beranjak matang dan sudah waktunya menekuni karier tertentu.

Pertama, pemahaman tersebut memberikan ilusi banyaknya pilihan (karier) menawan yang tersedia untuk kita. Tapi apakah memang banyak pilihan yang kita inginkan? Saya pikir masalah yg sering muncul adalah kita yg tidak bisa membuat pilihan karier yang pas untuk diri kita sendiri. Kenapa? Karena meskipun kita punya kriteria, terlalu banyak pilihan malah menjadikan kita ragu.

Kedua, pemahaman tersebut memberikan ilusi bahwa kita memang bisa menjadi yg terbaik di bidang2 apapun itu yg kita inginkan. Tapi benarkah semacam demikian? Seorang Michael Jordan yg amat dikenal dengan talenta basket, kedisiplinan, dan kerja kerasnya saja ternyata tidak bisa menjadi seorang bintang di golf dan baseball. Faktanya, kita ternyata tidak bisa menjadi siapapun yg kita inginkan. Ada faktor lain selain minat yg mengambil porsi amat besar bila kita ingin secara konsisten menghasilkan performa nyaris-sempurna. Ada aspek bakat dan special traits dari diri yang harus dipertimbangkan secara layak.

You cannot be anything you want to be, but you CAN be a lot more of who you already are

Ketika saya mulai mempelajari Neuro Linguistic Programming beberapa tahun lalu, saya berhasil diyakinkan bahwa ketika kita bisa meniru pola pikir, rasa dan habit dari seorang model, maka kita bisa menguasai apa2 yg dia bisa. Lebih jauh lagi, kita bisa menjadi siapa saja yang kita inginkan, asal kita bisa memodelkannya secara tepat dalam diri. Baik, memang bisa, tapi ribet banget.
Furthermore:

Karier kita tu sebenernya hanya perlu dicari & ditemukan, bukannya diciptakan.

Tidak semua orang bisa menjadi Michael Jordan ataupun J.K. Rowling. Karena mereka berdua memiliki talenta alami yang menjadi leverage atas investasi waktu & resouce yang mereka keluarkan. Perkara talenta ini bahkan sudah masuk ke perihal sistem syaraf dan jalinan DNA yang akan amat buang-waktu untuk diubah semau diri.

Kita langsung liat aja pada keseharian Anda dan orang2 di sekitar Anda. Anda akan temukan bahwa ternyata tidak semua orang betah duduk diam di depan komputer untuk ngoding & debugging. Bahkan masih banyak yang ndak habis pikir dg logika berpikirnya seorang programmer. Lalu ada juga orang2 yg sangat ndak enjoy dengan aktivitas MLM meskipun mereka amat meyakini benefit pembelajaran yg luar biasa di sana.

Ketika kita memang bermaksud mengikuti kecenderungan diri, maka itu pun bukan siksaan. Karena justru ketika kita memilih untuk menjadi dan memfasilitasi diri sendiri untuk berekspresi, kita akan merasa terpuaskan darinya. Sebaliknya, kita akan susah merasakan nyaman secara alami dengan menjalani apa2 yg sistem neurologis kita tidak menyepakatinya. Itulah kenapa untuk berbisnis pun harus dimulai dari hobi.

Baik, memang kita perlu paham juga manakah yang masuk nature (hormonal, DNA, bawaan) dan nurture (asuhan & latihan). Dan yang kita upayakan adalah membentuk diri kita tak jauh beda dengan nature bawaan. Anda bisa jadi menginginkan suatu karir krn terkesan keren & bergaji mahal, tapi jika tyt sistem neurologis Anda tidak bener2 bisa menikmatinya dan merasa terpaksa, pada akhirnya Anda pun akan merasa gerah dan tak nyaman. Kecuali Anda rela melakukan conditioning khusus untuk itu.

Bukankah kita menginginkan hasil optimal-maksimal dari karier yg kita jalani? Bukankah kita tak ingin membuang waktu terlalu lama dengan mempelajari kompetensi, menambah wawasan dan tingkatkan skill dari apa2 yg kita tak punya talenta di sana? Lihat saja orang2 yg sukses dalam usia muda mereka. Mereka pasti adl orang2 yg telah sejak awal menemukan talenta mereka dan kemudian secara instingtif atau disengaja berinvestasi untuknya.

Apakah artinya karier kita sudah ditentukan sejak lahir?

Lebih tepatnya diarahkan. Ketika kita sudah bisa membaca diri, kecenderungan dan potensi2nya, maka opsi yang kita punya akan semakin mengerucut, dan itu yang justru menguntungkan kita. Dari pilihan yang mengerucut itu kita kemudian masih bisa memilih ragam yang kita suka.

Lho, berarti klo saya sudah kadung memilih pekerjaan, saya masuk golongan apes dan terlambat dong?

Ndak juga. Pembacaan kecenderungan diri memang bisa dipake untuk menentukan arahan karier. Tapi dia juga bisa digunakan untuk menentukan peran, jenis task dan gaya kerja semacam apa yang Anda akan paling produktif ketika menjalaninya dari jenis karier yg sudah Anda pilih.

So, lantas dari mana memulainya?

Secara sederhana, kita bisa mengetahui kecenderungan karier kita dengan membaca jejak kompetensi di masa lalu. Namun di luar itu juga ada instrumen2 pengenalan diri yang bisa membantu Anda. Ada banyak pendekatan, saya akan sampaikan yang saya sudah punya pengetahuan tentangnya saja;

1. Personality Plus (for career)
2. Myers-Briggs Type Indicator
3. Strength Finder (sudah pernah saya ulas)
4. People vs Data Values
5. Work Values

Tidak ada komentar:

Posting Komentar